Mengantitesis Pengaruh Perilaku Koruptif Patriarkhi Melalui Revitalisasi Semangat Kartini sebagai Manifestasi Muslimah Ulul Albab *)
Karena saya
yakin sedalam-dalamnya bahwa wanita dapat memberi pengaruh besar kepada
masyarakat, tidak ada yang lebih saya inginkan daripada menjadi guru, agar
supaya kelak dapat mendidik gadis-gadis dari para pejabat tinggi kita. O, saya
ingin sekali menuntun anak-anak itu, membentuk wataknya, mengembangkan otaknya
yang muda, membina mereka menjadi wanita-wanita dari hari depan, supaya dapat
meneruskan segala yang baik itu ....
(Surat R.A.
Kartini kepada Ny. N. Van Kol)
Ekspektasi
Kartini mengenai masa depan wanita Indosesia agaknya telah terealisasi.
Pasalnya, kemerdekaan wanita dalam mengaktualisasikan dirinya di Bumi Nusantara
telah terakomodir. Emansipasi wanita yang lantang diwacanakan terwadahi. Diskriminasi
telah dihapuskan, hukum yang melindungi hak kewanitaan juga telah dipagar. Kesetaraan
pendidikan hingga singgah sana jabatan pemerintahan juga sudah digenggam.
Tetapi dengan segala apa yang telah disandang para wanita Indonesia tersebut,
apakah sudah
membentuk kepribadian luhur wanita seutuhnya seperti yang di-angen-angen Kartini?
membentuk kepribadian luhur wanita seutuhnya seperti yang di-angen-angen Kartini?
Akhir-akhir ini eksistensi wanita di
Indonesia banyak diperbincangkan dan dipertanyakan. Publik sering terbelalak
dengan tingkah para wanita yang menggegerkan bangsa. Wanita yang dipersepsikan
dengan kelembutannya banyak yang terjerat dalam kasus korupsi yang notabene
merupakan warisan peradaban feodal patriarkhi. Masih segar difikiran kita serentetan
publik figur wanita yang tersandung di kubangan korupsi. Diantaranya pemeriksaan,
penahanan, dan vonis Wa Ode Nurhayati (anggota Banggar DPR) mengenai kasus suap
anggaran Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah; persidangan dan pemenjaraan
Angelina Sondakh (anggota fraksi partai Demokrat) mengenai korupsi proyek Wisma
Atlet; pemeriksaan dan penahanan Miranda Goeltom (mantan Deputi Gubernur Senior
Bank Indonesia) perihal kasus suap cek pelawat; persidangan dan pemenjaraan
Nunun Nurbaeti (istri mantan Waka Polri Adang Darajatun) perihal kasus yang
sama; penangkapan dan penahanan Neneng Sri Wahyuni (Istri Nazaruddin) perihal
kasus korupsi dana Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS); pemeriksaan dan
penahanan Hartati Murdaya (Pemilik PT Hardaya Inti Plantations) mengenai kasus
suap pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan sawit.
Akhir-akhir ini pula banyak diperbancangkan
tentang wanita-wanita yang memiliki kedekatan khusus dengan Ahmad Fathanah (tersangka kasus korupsi impor daging sapi)
yang dididuga kuat sebagai strategi pencucian
uang. Wanita-wanita di sekeliling Ahmad Fathanah yang diduga
menerima dan menikmati hasil pencucian uang korupsi dugaan suap izin daging
sapi impor dapat dijerat sanksi hukum dalam Pasal 5 UU Tindak Pidana Pencucian
Uang (TPPU). "Sanksi di UU Antikorupsi pelakunya tunggal, tapi di UU
Tindak Pidana Pencucian Uang dibagi dalam tiga kategori yakni pelaku aktif,
fasilitator dan pelaku pasif yang turut menerima," kata mantan hakim Asep
Iwan Iriawan dalam diskusi Sindo Radio bertajuk ´Uang Dicuri, Uang Dicuci´ di
Jakarta, Sabtu (11/5).[1] Demikian pula dengan wanita-wanita yang
terseret di pusaran kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa
kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat simulator SIM Inspektur Jenderal
Polisi Djoko Susilo.
Fakta
diatas menjadi rangkaian kegalauan publik akan menjamurnya korupsi di
masyarakat. Kiranya Kartini akan geleng-geleng kepala sekaligus menangis
melihat kenyataanini. Tingginya angka korupsi beriringan dengan dampak yang
begitu besar dan meluas yang dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Pada tanggal 6 Desember 2012, Transparency International (TI) kembali
meluncurkan Corruption Perception Index (CPI). Indeks ini
mengukur tingkat persepsi korupsi sektor publik, yaitu korupsi yang dilakukan
oleh pejabat negara dan politisi. Rentang
indeks yang digunakan dalam CPI yaitu 0-100 (0 dipersepsikan sangat korup, 100
sangat bersih).Tahun 2012 skor Indonesia adalah 32, pada urutan 118 dari 176
negara yang diukur. Di kawasan ASEAN, Indonesia berada pada peringkat keenam
dari delapan negara ASEAN. Skor 32 menunjukkan bahwa Indonesia
masih belum dapat keluar dari situasi korupsi yang sudah mengakar [2].
Dalam
perspektif kriminologi. Korupsi dapat dikaji dari teori differential social
organzation. Dalam konteks ini, korupsi merupakan tingkah laku kriminal
yang dipelajari dalam hubungan interaksi dengan orang lain melalui suatu proses
komunikasi. Di dalamnya terdapat proses mempelajari tingkah laku kriminal, baik
teknik melakukan kejahatan, dorongan yang melatar belakangi atau alasan
pembenaran.[3]
Teori ini juga dapat dikaitkan dengan sebab musabab dan wadah pembelajaran
korupsi bagi politisi wanita atau pihak wanita lain. Pola birokrasi yang sudah
diakari praktik-praktik korupsi telah mengkonstruk pribadi-pribadi
didalamnya—termasuk wanita— untuk melakukan tindakan yang serupa yang dianggap
lumrah. Korupsi yang dari dulu kebanyakan diwayangi para pria lama-kelamaa
menggiurkan dan memperaruhi paradigma para wanita.
Hal diatas dapat berupa seseorang
terpaksa menyogok agar dapat memperoleh sesuatu atau mendapatkan proteksi atas
hak dan kebutuhannya (korupsi eksortif), usaha kotor seseorang untuk
mempengaruhi pembuat kebijakan atau keputusan pemerintah dalam rangka
memperoleh keuntungan setinggi-tingginya (korupsi manipulatif), perlakuan
istimewa yang diberikan kepada keluarga, anak-anak, keponakan atau saudara
dekat para pejabat (korupsi neposistik), korupsi berupa pencurian terhadap
harta kekayaan negara yang dilakukan para pejabat negara dengan menyalahgunakan
wewenang dan kekuasaannya (korupsi subversif).[4]
Menurut
Jonh S.T. Quah, terdapat tiga faktor yang melatar belakangi adanya korupsi
yakni gaji rendah, kesempatan, dan risiko ringan.[5] Bila mengacu pada faktor ini berarti
penanggulangan akan menemui jalan labirin
yang sulit menemui konklusi. Tiap tahun ukuran mata uang dan kekayaan selalu
berubah. Maka hasrat terhadap pemenuhan dan peningkatan gaji akan selalu ada.
Begitu pula dengan kesempatan dan resiko. Akan selalu ada dan akan selalu baru modus
operandi-nya. Maka konstruksi nilai dan moral pelaku korupsi juga merupakan
hal yang urgen, disamping upaya pemagaran perilaku koruptif yang bersifat
eksternal, seperti advokasi dan pemidanaan. Diperlukan model ideal untuk
menginternalisasikan nilai dan moral. Ulul Albab adalah salah satu prototipe ideal
manusia yang diidamkan Allah. Hal ini terlihat dari beberapa ayat
Al-Qur’an yang menggambarkan Ulul Albab dengan kriateria yang ideal dan seimbang tindak tanduk kemanusiaannya.
Ulul Albab memiliki kecerdasan intelektual yang dapat digunakan untuk
menganalisa dan memahami ayat-ayat Qur’an dan Qauniyah (Al-Baqarah: 269, Ali
Imran: 190, Shad: 29, Az-Zumar: 21). Kemampuannya tersebut juga diimbangi
dengan kepekaan spiritual yang selalu membuatnya tunduk dan takjub terhadap
kekuasaan Ilahiyah (Yusuf: 111, Ibrahim: 52, Shad: 43, Al-Mu’min: 54).
Ia juga mampu menyeimbangkan aspek duniawiyah dan ukhrawiyah (Ali Imran: 7,
Az-Zumar: 9). Kemanfaatan bagi manusia selalu ditunggu-tunggu dan ia merupakan
pioner dalam mencerahkan dan mentransformasi kehidupan masyarakat ke arah yang
lebih baik (Al-Baqarah: 179, Al-Maidah: 100, Ar-Ra’d:19, Az-Zumar: 18). Selain
itu, ia juga memiliki kemandirian, tanggung jawab, dan rasa takut kepada Allah
yang selalu menguatkan prinsip dan menjadi tameng kebatilannya (Al-Baqarah:
197, Ath-Thalaq:10).
Kata
(الالباب)
al-albab adalah bentuk jamak dari (لب) lubb
yaitu sari pati sesuatu. Seperti yang disampaikan Quraish Shihab[6], kacang –misalnya—memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang
dinamai lubb. Ulul Albab adalah orang-orang yang memiliki akal
yang murni yang tidak diselubungi oleh “kulit”, yakni kabut ide yang dapat
melahirkan kerancuan dalam berpikir. Istilah yang digunakan al-Qur’an ini mengisyaratkan bahwa sari pati serta hal
yang terpenting pada manusia adalah akalnya yang murni yang tidak diselubungi
oleh nafsu. Ulul Albab bukan sekedar yang memiliki kemampuan berpikir
cemerlang, tetapi kemampuan berpikir yang disertai dengan kesucian hati
sehingga dapat mengantar pemiliknya meraih kebenaran dan mengamalkannya serta
menghindar dari kesalahan dan kemungkaran. Itulah sari pati manusia. Adapun
jasmaninya, maka ia tidak lain kecuali kulit yang menutupi sari pati itu. Namun
demikian, tentu saja kulit harus dipelihara agar sari pati tersebut tidak
terganggu[7]
Sosok
manusia Ulul Albab adalah orang yang mengedepankan dzikir, fikir, dan
amal shaleh. Ia memiliki ilmu yang luas, pandangan mata yang tajam, otak yang
cerdas, hati yang lembut dan semangat serta jiwa pejuang (jihad dijalan Allah) dengan sebenar-benarnya
perjuangan. Ia bukan manusia sembarangan, kehadirannya di muka bumi sebagai
pemimpin menegakkan yang hak dan menjauhkan kebatilan.[8]
Kartini
sebagai pelopor kebangkitan wanita pribudi adalah sosok muslimah Ulul Albab ideal
yang sangat patut menjadi tauladan. Semangat dan idealitasnya mendesak perlu
direvitalisasi dibenak dan sanubari seluruh bumi putra, khususnya kaum wanita.
Sosoknya yang tercerahkan dapat menyuarakan kegelisahan dan menggerakkan jutaan
wanita serta para intelektual baik nasional maupun Internasional. Ya, seperti
yang diungkapkan Ali Syari’ati; “Kaum intelektual adalah kaum yang
tercerahkan.” Lebih lanjut ia mengungkapkan; “Kaum intelektual adalah tititasan
perangai nabi. Ia memiliki kesadaran yang menjulang akan kemaslahatan kaumnya.
Ia menjadi tumpuan dan harapan orang di sekitarnya.” Karakteristik Ulul
Albab yang menyeimbangkan antara dzikir, fikir dan amal shaleh bila
dimiliki insan pemerintahan, generasi penerus akan menimbulkan peradaban antikorupsi
yang adi luhung. Girah Kartini sebagai manifestasi muslimah Ulul
Albab mendesak dihidupkan kembali. Wallahu A’lam.
*) Juara I Lomba Artikel se-UIN Maliki Malang yang diselenggarakan HMI Cabang Malang Komisariat Sains dan Tehnologi UIN Maliki Malang dalam rangka Hari Kartini.
DAFTAR PUSTAKA
Atmasasmita,
Romli, Prof. Dr. H. SH., LL.M. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi.
(Bandung: PT Refika Aditama)
Albab,
Ulul, Dr., A to Z Korupsi; Menumbuhkembangkan Spirit Antikorupsi.
(Surabaya: Jaringpena).
HM,
Zaenudin, Abraham Samad: Do’a Tulus Ibunda Hingga Perang Besar Melawan
Korupsi, (Jakarta: Ufuk Press, 2012), hlm 113-114.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an Volume 6. Jakarta: Lentera Hati. hlm. 577-578
Pusat Studi Tarbiyah Ulul Albab
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Tarbiyah Ulul Albab:
Melacak Tradisi Membentuk Pribadi. Malang: UIN-Maliki Press. Cet II, 2012.
http://berita2bahasa.com/berita/01/13451105-wanita-di-sekeliling-ahmad-fathanah-bisa-terjerat-uu-pencucian-uang,
diakses pada tanggal 10 Mei 2013.
http://www.ti.or.id/index.php/press-release/2012/12/06/peluncuran-corruption-perception-index-2012,
diakses pada tanggal 15 Februari 2013.
[1] http://berita2bahasa.com/berita/01/13451105-wanita-di-sekeliling-ahmad-fathanah-bisa-terjerat-uu-pencucian-uang,
diakses pada tanggal 10 Mei 2013.
[2] http://www.ti.or.id/index.php/press-release/2012/12/06/peluncuran-corruption-perception-index-2012,
diakses pada tanggal 15 Februari 2013.
[3] Lihat, Prof.
Dr. H. Romli Atmasasmita, SH., LL.M. Teori dan Kapita Selekta kriminologi.
(Bandung: PT Refika Aditama)
[4] Pembahasan
lebih lanjut mengenai modus atau tipe korupsi lihat Zaenudin HM, Abraham
Samad: Do’a Tulus Ibunda Hingga Perang Besar Melawan Korupsi, (Jakarta:
Ufuk Press, 2012), hlm 113-114.
[5] Dr. Ulul
Albab, A to Z Korupsi; Menumbuhkembangkan Spirit Antikorupsi. (Surabaya:
Jaringpena).
[7] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan
dan Keserasian Al-Qur’an Volume 6. Jakarta: Lentera Hati. hlm. 577-578
[8] Pusat Studi
Tarbiyah Ulul Albab Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,
Tarbiyah Ulul Albab: Melacak Tradisi Membentuk Pribadi. Malang: UIN-Maliki
Press. Cet II, 2012.
Komentar
Posting Komentar