Langsung ke konten utama

Terorisme dan Stempelisasi Islam


SEIRING kuatnya ancaman terorisme Islamic State of Irak and Syria (ISIS) yang disambut kalangan ekstrimis radikal di Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan UIN Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang menggelar dialog pencegahan terorisme, Rabu (19/11) lalu, di rektorat UIN Maliki Malang. Prof Dr Irfan Idris MA, Direktur Deradikalisasi BNPT, menyosialisasikan program kontra radikalisasi dan deradikalisasi untuk membendung gerakan radikal.
Upaya ini ditempuh antara lain melalui pembinaan kepribadian dan kemandirian hidup kepada para narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan. Selain itu juga digencarkan sosialisasi pada seluruh perguruan tinggi sekolah-sekolah yang kian menunjukkan anarkisme edukasi, serta pesantren yang sering diidentikkan sebagai sarang teroris. Upaya pemberdayaan rumah ibadah juga digerakkan. Pasalnya, banyak masjid yang dibajak kalangan radikalisme teroris untuk mendakwahkan doktrin-doktrin kerasnya.
Pemateri lainnya, KH Hasyim Muzadi, mengungkapkan bahwa radikalisme teroris sebenarnya akar geneologinya senada dengan paham Khawarij. Paham ini menegasikan kebenaran-kebenaran di luar kelompoknya dan disertai tindakan-tindakan pemaksaan dan pengerusakan, bahkan penyiksaan. Untuk melawan paham neo-khawarij para teroris radikal perlu terus diaktualisasikan paham Ashy’ariyah yang menekankan pandangan moderat. “Dibutuhkan pemahaman agama yang berhaluan ahlusunnah wal jama’ah wa washatiyyah. Namun, bukan sekadar mengaku-aku sebagai ahlusunnah, padahal sejatinya ahlufitnah," kelakar pengasuh pesantren mahasiswa Al-Hikam, Malang tersebut.
Perbedaan pendapat tentang persoalan keislaman (khilafiyah), lanjut Hasyim, merupakan opsi alternatif. Bukan sesuatu yang harus dipertentangkan. Bila dikonfrontasikan justru memunculkan pemahaman normatif (fiqh) yang kaku. Padahal pemikiran mazhab empat imam (Maliki, Hanafi, Syafi’i, Hambali) justru mengharmonisasikan doktrin Islam dengan kearifan lokal (local wisdom) dalam satu daerah dan masa tertentu. Oleh karena itu, pertimbangan lokalitas budaya kedaerahan (urf) perlu dipertimbangkan betul dalam kehidupan. Kreativitas budaya perlu dibuka pintu aktualisasinya. Namun jangan sampai menjurus pada model-model budaya jahiliyah (tabarrujul jahiliyyatil ula), seperti legalisasi kawin sesama jenis.
Islam moderat(wasathiyyah) memiliki posisi penting membendung gerakan ekstremis kiri (liberalis sekuleris) dan ekstremis kanan (fundamentalis radikalis). Hasyim mengungkapkan, Islam moderat menekankan pendekatan substansial, bukan pemahaman formal tekstual atau skriptual.Dalam fiqh negara, formalisasi Islam justru mengakibatkan efek-efek destruktif yang mengeliminasi elemen-elemen negara yang tidak berlabel Islam.
Oleh, karenanya tidak perlu ada stempelisasi Islam dalam bidang-bidang berbangsa dan bernegara. Asalkan Islami, cukup. Islam lebih luas ketimbang ruang lingkup negara. Islam terlalu luas untuk menjadi bagian dari kepentingan negara. Terdapat dimensi-dimensi duniawi dan ukhrawi.
Bila dipaksakan formalisasi Islam dalam sistem negara dan malah akan terjadi pertikaian visi antar penganut Islam itu sendiri. Negara harus terus membangun sistem pertahanan terhadap teroris ekstremis radikal.Menanamkan pencerahan kepada generasi penerus akan corak keagamaan yang Indonesiawi dan keindonesiaan yang religius.

Fiqh Vredian


http://surabaya.tribunnews.com/2014/12/02/menghadang-terorisme

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengurai Benang Kusut Korupsi*)

Indonesia terus dirundung kegalauan akibat korupsi. Bangsa ini senyatanya tengah mengidap penyakit   akut yang tergolong extra ordinary crime tersebut. Apalagi di wilayah penguasa. Semua lini pemerintahan di aras eksekutif, legislatif, dan yudikatif tengah terjerembab dalam kubangan kasus korupsi ( trias koruptika ). Fenomena ini semakin menguatkan tesis Lord Acton, sejarawan Inggris: abuse of power, kekuasaan itu cenderung menyeleweng. Pusaran permasalahan korupsi seolah menjadi lingkaran setan. Seperti ada siklus tersendiri yang membuat penanganan masalah korupsi tak pernah tuntas. Tiap tahunnya muncul lakon-lakon baru. Politisi yang kerap menyerukan slogan anti-korupsi dalam iklan-iklan didaktis televisi atau dalam iklan-iklan politis jalanan, pada akhirnya tersangkut jaring KPK. Kita terus mengelus dada. Apalagi pesta demokrasi dalam Pemilu sedang dipersiapkan sedemikian rupa. Mirisnya, marak dari kalangan elit muda yang tersangkut kasus korupsi. Generasi yang di...

Mengubah Dunia dengan Media

  “Barang siapa menguasai media, dia akan menguasai dunia”, demikian bunyi salah satu pepatah modern. Telah banyak contoh dahsyatnya kekuatan media (pers) dalam mengantar perubahan dunia. Begitu besarnya pengaruh media dalam mengendarai wacana dan dukungan publik. Pihak-pihak tertentu di berbagai sektor kehidupan yang digandeng media cenderung memenangkan persaingan. Kemajuan suatu perusahaan dalam memasarkan produknya tak lepas dari