Tuhan agaknya membuang cuilan surga di Banyuwangi. Terbukti dari
beragamnya objek keindahan di tanah bekas Kerajaan Blambangan ini. Rowo
Bayu adalah opsi destinasi layak dijajaki. Tempat bertahanus yang tepat
dari segala ingar bingar. Secara administratif, Rowo Bayu ada di Dusun
Sambungrejo, Desa Bayu, Kecamatan Songgon. Saat menemui tetenger Puputan
Bayu, Anda harus ekstra hati-hati. Sebab setelah monumen kenangan
pertempuran besar rakyat Blambangan melawan kompeni, jalanan mulai rusak
dan bergelombang.
Selepas jalan tanjakan, akan menemui gerbang wana wisata Rowo Bayu,
hutan lebat nan asri ini siap menyambut. Suasana hening menyeruak.
Sesekali dijumpai beberapa patung berwajah garang seolah menggiring tamu
ke ruang utama. Pertama kali tiba di area utama ini, saya langsung
jatuh cinta. Telaga membentang elok dikelilingi pepohonan rindang. Angin
semilir mengelus peluh yang mengucur. Damainya.
Awalnya telaga tersebut diyakini sebagai rawa, karenanya dinamai Rowo Bayu, rawa di pedesaan Bayu. Konon, area ini dulu digunakan para pejuang perang Puputan Bayu besembunyi dan mengatur strategi melawan kompeni. Kondisi silam yang masih hutan belantara menjadi markas strategis. Untuk menghormati para pejuang Perang Puputan Bayu, dibangun Candi Puncak Agung Macan Putih di atas bukit Rowo Bayu.
Menelusuri jalan setapak, bangunan candi lain bisa dijamah. Di
dalamnya, terdapat situs batu sakral peninggalan Prabu Tawang Alun.
Menurut Jinis (74), juru kunci Rowo Bayu, meski berbentuk candi, ruang
di dalamnya tak hanya diperuntukkan bagi umat Hindu. Kepala Desa Bayu,
Sugito (47) menambahkan, area itu bekas tempat semedi Prabu Tawang Alun,
Raja kerajaan Blambangan (1540-1541) yang merenungi kematian adiknya,
Mas Wilabrata yang terhunus pedang sendiri saat mencoba merebut
kekuasaan.
Di belakang bangunan terdapat petilasan Prabu Tawang Alun yang airnya
disakralkan dan dipercaya memiliki khasiat. Di sekitar bangunan
terdapat tiga sumber mata air yang diyakini sebagai mata air suci.
Ketiganya, yaitu sumber mata air Kamulyan, Dewi Gangga, dan Pancoran
Suwelas yang airnya mengalir menuju telaga utama. Wisata komplet bukan?
*) Dimuat di harian Surya, 16 Agustus 2013
Komentar
Posting Komentar