Langsung ke konten utama

BLSM: Bantuan Langsung Semrawutkan Masyarakat

Kontroversial. Pembagian BLSM malah mengundang prahara. Di Jember, puluhan warga yang tergabung dalam Forum Ketua RT/RW Kelurahan Kaliwates mendatangi komisi D DPRD Jember. Mereka mengeluh karena dimusuhi warganya beberapa hari terakhir. Perangkat kelurahan paling bawah ini menjadi sasaran warga yang tidak kebagian BLSM. Menurut mereka
data penerima BLSM yang ada tidak valid. Dari 21 penerima BLSM semuanya bermotor, sedangkan yang tidak punya motor malah tidak kebagian BLSM.


Demikian pula di Blitar, ratusan warga miskin dari tiga kecamatan yang tidak menerima BLSM melabrak gedung DPRD Kabupaten Blitar, Senin (8/7) siang. Sementara di Kediri, puluhan warga miskin unjuk rasa di Kantor Pemkot Kediri, Senin (8/7). Di Ngawi, ribuan orang miskin harus kecewa lantaran tidak bisa menikmati BLSM. Pasalnya, data yang digunakan sebagian merupakan data Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahun 2006 lalu (Suara Karya, 9 Juli 2013).

Aroma dana segar BLSM mengikutsertakan warga berkecukupan ikut mencicipinya. Di lain pihak, warga yang benar-benar miskin malah terngaga tidak kebagian jatah. Mengecewakan memang. BLSM yang semestinya membantu warga miskin bangkit, malah memperkuat ketimpangan dan kecemburuan sosial.

Di Tulungagung, BLSM yang diterima warga miskin di Kecamatan Boyolangu disembelih perangkat desa setempat. Semestinya perorang menerima Rp. 300.000 (untuk dua bulan), dipotong Rp. 100.000. Perangkat desa berdalih pemotongan dilakukan untuk dibagikan kepada warga yang tidak menerima BLSM. Apalagi di Pamekasan, warga miskin penerima BLSM ditarik biaya untuk perlengkapan keperluan Balai Desa. Warga yang semestinya diberi sumbangan malah dimintai sumbangan. Bagaimana ini?

Fenomena di atas mencerminkan pembagian dompleng BLSM sebagai kompensasi kenaikan harga BBM. Alih-alih membantu warga miskin, BLSM justru berdampak runyam. Baik distribusi dan pemetaan yang dilakukan stakeholder aras atas maupun pelaksana tataran bawah menyulut nestapa. Disamping itu, uang segar BLSM dapat berefek buruk terhadap kondisi jangka panjang penerimanya.

Mental Pengemis
Aneh. Di negara sumber minyak seperti Indonesia, ternyata lonjakan harga BBM tidak bisa diantisipasi. Kini, sebagai kompensasi kenaikan harga BBM, pemerintah mengucurkan dana penenang rakyat, disebut BLSM. Ya, “Bantuan Langsung Semrawutkan Masyarakat”.


Keputusasaan pemerintah dalam kondisi carut-marutnya persoalan perekonomian negeri ini nampak jelas. Pemerintah seperti tengah patah arang menuntun masyarakat meruntuhkan kemiskinan. BLSM mencerminkan adanya krisis terobosan baru dalam pemenuhan kebutuhan warga miskin.

Warga miskin seolah dibentuk sedemikian rupa bermental pengemis. Terus-terusan  berpangku tangan memenuhi kebutuhan hidup. Mereka akhirnya terperangkap dalam lingkaran pemenuhan kebutuhan hidup jangka pendek yang tak usai-usai.

Menarik bila mengikuti jalan pikiran tokoh Arai dalam novel Sang Pemimpi karya novelis kawakan Andrea Hirata. Arai memprakarsai Ikal menyatukan tabungan yang sudah susah payah mereka kumpulkan selama satu tahun. Uang tabungan itu ia gunakan membeli bahan baku membuat kue agar Mak Cik Maryamah mempunyai usaha tetap. Tidak perlu lagi meminta beras orang lain.

Inisiatif cerdas. Arai dapat merombak ketergantungan Mak Cik. Pemberian Arai menyesuaikan potensi keterampilan Mak Cik. Tambahan pula, uang saku Arai dan Ikal bertambah, karna ikut membantu penjualan kue Mak Cik.

Pemerintah seharusnya berwatak seperti Arai. Tidak hanya membantu dengan cara instan. Dana segar diberikan, selanjutnya ya sudah. Lagi pula, tidak semua warga miskin berinisiatif mandiri. Banyak warga masih linglung bagaimana cara membuka atau mengembangkan lapangan pekerjaannya.

Kegiatan mengakomodasi keterampilan masyarakat dan pelatihan-pelatihan soft skill perlu digencarkan. Program-program pemerintah berbasis pemberdayaan masyarakat seharusnya lebih diprioritaskan. Terutama kalangan fakir miskin strata perokonomian kelas bawah. Bukan hanya kalangan menengah yang sedang berkembang bisnisnya.

Advokasi BLSM
BLSM yang terlanjur turun memang suatu keniscayaan. Untuk mengantisipasi implikasi buruknya terhadap masyarakat perlu dilakukan advokasi. Advokasi ini dapat berupa beberapa bentuk.

Pertama, menyikapi amburadulnya pembagian BLSM sejatinya perlu pendataan ulang warga yang berhak menerima BLSM. BPS setiap kota dan lembaga statistik yang kini sedang menjamur bisa digandeng. BLSM yang nyasar ke tangan yang salah bisa dicabut. Kepastian dan keakuratan ini penting. Walaupun pengucuran dana BLSM harus dihentikan sementara.

Di lain pihak, warga terhitung mampu seharusnya sadar tidak menikmati BLSM. Masih banyak warga miskin yang membutuhkannya. Maka, bila terlanjur menerima   seharusnya dialihkan kepada warga yang lebih berhak.

Kedua, menyikapi pembagian BLSM di aras bawah perlu dilakukan monitoring dan penindakan tegas. Warga miskin tidak perlu direcoki kebijakan-kebijakan baru yang menyimpang aturan. Dana perlengkapan Balai Desa dan sarana prasarana lainnya sudah memiliki anggaran tersendiri. Jadi, aneh bila melibatkan dana BLSM yang notabene sangat dibutuhkan penerimanya.

Ketiga, membimbing penerima BLSM mengelola uang yang diterima dengan bijak dan cerdas. Selain itu, perlu diprogramkan pelatihan pengembangan potensi diri. Dengan catatan tidak menguras uang BLSM dan harta milik warga miskin. Perlu adanya gerakan sukarela dan kerja sama dengan berbagai pihak.

Di tengah antusiasme kesalihan sosial Ramadhan, tentu hal ini dapat terlaksana dengan baik. Semisal melibatkan aktivis kampus ataupun anggota ormas. Banyak dari mereka beridealitas sosial tinggi. Tinggal diwadahi.

Para pengusaha kelas atas sejatinya harus ‘turun gunung’, setidaknya memotivasi dan berbagi pengalaman pengembangan usaha. Apalagi bersedia bekerja sama dan berbisnis  dengan warga miskin. Tidak mengambil keuntungan. Tetapi berupaya meningkatkan taraf hidup warga miskin.

Serba-serbi amburadulnya pembagian BLSM mengiringi anjloknya tingkat kepercayaan masyarakat. Karena itu, mendesak perlu pembenahan. BLSM harus tepat sasaran dan dinikmati oleh yang berhak. Agar warga benar-benar tenang. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengurai Benang Kusut Korupsi*)

Indonesia terus dirundung kegalauan akibat korupsi. Bangsa ini senyatanya tengah mengidap penyakit   akut yang tergolong extra ordinary crime tersebut. Apalagi di wilayah penguasa. Semua lini pemerintahan di aras eksekutif, legislatif, dan yudikatif tengah terjerembab dalam kubangan kasus korupsi ( trias koruptika ). Fenomena ini semakin menguatkan tesis Lord Acton, sejarawan Inggris: abuse of power, kekuasaan itu cenderung menyeleweng. Pusaran permasalahan korupsi seolah menjadi lingkaran setan. Seperti ada siklus tersendiri yang membuat penanganan masalah korupsi tak pernah tuntas. Tiap tahunnya muncul lakon-lakon baru. Politisi yang kerap menyerukan slogan anti-korupsi dalam iklan-iklan didaktis televisi atau dalam iklan-iklan politis jalanan, pada akhirnya tersangkut jaring KPK. Kita terus mengelus dada. Apalagi pesta demokrasi dalam Pemilu sedang dipersiapkan sedemikian rupa. Mirisnya, marak dari kalangan elit muda yang tersangkut kasus korupsi. Generasi yang di...

Mengubah Dunia dengan Media

  “Barang siapa menguasai media, dia akan menguasai dunia”, demikian bunyi salah satu pepatah modern. Telah banyak contoh dahsyatnya kekuatan media (pers) dalam mengantar perubahan dunia. Begitu besarnya pengaruh media dalam mengendarai wacana dan dukungan publik. Pihak-pihak tertentu di berbagai sektor kehidupan yang digandeng media cenderung memenangkan persaingan. Kemajuan suatu perusahaan dalam memasarkan produknya tak lepas dari

Terorisme dan Stempelisasi Islam

SEIRING kuatnya ancaman terorisme Islamic State of Irak and Syria (ISIS) yang disambut kalangan ekstrimis radikal di Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan UIN Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang menggelar dialog pencegahan terorisme, Rabu (19/11) lalu, di rektorat UIN Maliki Malang. Prof Dr Irfan Idris MA, Direktur Deradikalisasi BNPT, menyosialisasikan program kontra radikalisasi dan deradikalisasi untuk membendung gerakan radikal. Upaya ini ditempuh antara lain melalui pembinaan kepribadian dan kemandirian hidup kepada para narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan. Selain itu juga digencarkan sosialisasi pada seluruh perguruan tinggi sekolah-sekolah yang kian menunjukkan anarkisme edukasi, serta pesantren yang sering diidentikkan sebagai sarang teroris. Upaya pemberdayaan rumah ibadah juga digerakkan. Pasalnya, banyak masjid yang dibajak kalangan radikalisme teroris untuk mendakwahkan doktrin-doktrin kerasnya. Pemateri lainnya, KH...