Karakter bangsa
kini tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Pasalnya, karakter
bangsa dinilai telah memudar pada sanubari generasi muda dewasa ini. Hal ini dapat dilihat dari maraknya
aksi kekerasan dan asusila akhir-akhir ini, yang banyak diwayangi oleh generasi
muda.
Upaya pemerintah
untuk mengatasi fenomena ini diantaranya melahirkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Berkarakter
Bangsa
di lembaga-lembaga pendidikan dasar dan menengah. Dalam pelaksanaannya,
nilai-nilai karakter bangsa terkesan ditransfer secara tekstual dan kurang
maksimal, sehingga kurang mengena bagi para siswanya.
Karakter bangsa
dapat di pandang sebagai tata nilai budaya dan keyakinan
yang mengejawantah dalam kebudayaan suatu masyarakat dan memancarkan ciri-ciri
khas keluar sehingga dapat ditanggapi orang luar sebagai kepribadian masyarakat
tersebut (id.wikipedia.com, diakses tanggal 18 Oktober 2011). Indonesia dikenal dengan keluhuran karakternya. Hal ini
tercermin dari ideologi dalam Pancasila yang menjadi dasar Negara.
Dengan
Karakter berkebangsaan yang kuat, suatu bangsa tidak akan mudah goyah diterpa
dinamika zaman yang semakin “edan”
dewasa ini. Karakter Bangsa dapat menjadi benteng terhadap anomali sosial yang
rentan berubah setiap detik.
Secara
historis Kabupaten Banyuwangi tidak lepas dari sejarah Perang Puputan Bayu.
Perang Puputan Bayu merupakan perang semesta rakyat Banyuwangi secara
habis-habisan melawan VOC dari Belanda. Perang fenomenal tersebut secara
administratif kini berada di Desa Bayu, Kecamatan Songgon, Kabupaten
Banyuwangi. Puncak
penyerangan para pejuang Blambangan terjadi pada tanggal 18 Desember 1771 yang
akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Banyuwangi (HARJABA).
Dalam peristiwa itu para pejuang Blambangan melakukan
serangan umum dan mendadak terhadap serdadu VOC. Belanda sendiri menyatakannya
sebagai “de dramatische vernietiging van Compagniesleger”. C. Lekkerkerker
mengatakan : perang Bayu merupakan perang yang membutuhkan lebih banyak
ketegangan dan jumlah jiwa manusia dibanding perang-perang lainnya yang telah
dilakukan oleh Kompeni (hasanbasri08.wordpress.com,
diakses tanggal 18 Oktober 2011).
Sayangnya,
potensi sejarah lokal ini jarang diekspos oleh media, sehingga terkesan
tenggelam dan asing di telinga masyarakat, bahkan di Banyuwangi sendiri. Pemerintahpun
belum membuat program yang serius mengenai hal ini. Kalaupun ada, hanyalah
“logo kemasan” yang isinya tidak lain
adalah hura-hura pesta ulang tahun. Seandainya masyarakat bisa akrab dan
meneladani kearifan para Super Hero
Perang Puputan Bayu !. Padahal potensi sejarah lokal ini dapat menjadi peluang sebagai
sumbangsih terhadap pembangunan karakter bangsa (character national building).
Perang
Puputan Bayu mengandung berbagai nilai-nilai perjuangan luhur yang dipegang
teguh oleh Laskar Belambangan saat itu. Potensi sejarah lokal ini jika dapat
terevitalisasi (membumi) di kalangan masyarakat, pada gilirannya dapat mewarisi
nilai-nilai karakter bangsa. Nilai-nilai tersebut antara lain nilai toleransi,
disiplin, kerja keras, demokratis, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
bersahabat atau komunikatif, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial,
serta tanggung jawab. Nilai-nilai tersebut adalah 11 dari 18 nilai yang tengah digembar-gemborkan dalam KTSP
Berkarakter Bangsa. Semua itu adalah hasil dari pereduksian makna yang
terkandung dalam Perang Puputan Bayu.
Perang Puputan Bayu dipimpin oleh Pangeran Jagapati (Ki Mas
Rempeg). Jiwa Pangeran Jagapati menjadi sensitif terhadap semua bentuk
kesengsaraan, penindasan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh VOC.
Dipuncak Perang Puputan Bayu yang di jelaskan oleh Hasan Basri (2009), Serangan
pejuang Bayu yang mendadak, membuat pasukan VOC terdesak. Ketika posisinya
terus terdesak, mereka mundur dan lari meninggalkan semua perlengkapan perang.
Sersan Mayor van Schaar, komandan pasukan VOC, Letnan Kornet Tinne dan ratusan
serdadu Eropa lainnya tewas dalam perang itu. Dari serdadu yang tersisa yang
sempat melarikan diri, jumlahnya tidak seberapa, umumnya dalam keadaan terluka
dan sakit.
Pihak Blambangan harus membayar mahal dengan kehilangan
pemimpinnya. Pangeran Jagapati terluka parah dan dibawa ke benteng. Dengan luka
parahnya, Pangeran Jagapati masih mampu mengatur strategi peperangan dengan
menunjuk Jagalara dan Sayu Wiwit sebagai wakilnya untuk melanjutkan perjuangannya.
Pangeran Jagapati gugur karena luka-lukanya sehari berikutnya yakni tanggal 19
Desember 1771.
Tulisan ini akan mengecewakan Anda yang mencari pemaparan sejarah secara lengkap. Tulisan ini bertujuan menyulut percikan-percikan kepedulian massa akan potensi sejarah lokal ini. Detail latar belakang Perang Puputan Bayu dapat dilihat di blog Hasan Basri (2009), yang cukup tuntas membahas kronologi perang fenomenal ini. Atau Anda bisa menjelajah internet untuk mencari informasinya.
Tulisan ini akan mengecewakan Anda yang mencari pemaparan sejarah secara lengkap. Tulisan ini bertujuan menyulut percikan-percikan kepedulian massa akan potensi sejarah lokal ini. Detail latar belakang Perang Puputan Bayu dapat dilihat di blog Hasan Basri (2009), yang cukup tuntas membahas kronologi perang fenomenal ini. Atau Anda bisa menjelajah internet untuk mencari informasinya.
Dengan
gejolak krisis karakter saat ini yang semakin akut dan mendesak perlu
penyelesaian, Perang Puputan Bayu sebagai sejarah lokal dapat menjadi
alternatif. Wabil khusus Rakyat
Banyuwangi yang tengah bersorak sorai dengan HARJABA yang ke-240. Tentu
momentum yang sangat tepat untuk bersama mengkaji dan menggali potensi sejarah
lokal ini menuju masyarakat yang berkarakter. Ya, perlu kerja sama semesta dari
semua lapisan masyarakat, termasuk Anda.
Komentar
Posting Komentar