Judul : Abraham
Samad; Do’a Tulus Ibunda Hingga Perang Besar Melawan Korupsi
Penulis :
Zaenuddin H. M.
Editor : Mehdy
Zidane
Penerbit : Ufuk
Press, Jakarta
Cetakan I : Desember,
2012
Tebal : xii +
196 halaman
ISBN :
978-602-7689-29-9
Harga :
Rp. 49.900
Indonesia terus dirundung kegalauan akibat korupsi. Wabah korupsi sudah merambah ke berbagai lapisan
masyarakat. Apalagi di wilayah penguasa. Sebagaimana di katakan Lord Acton,
sejarawan Inggris: abuse of power, kekuasaan itu cenderung menyeleweng.
Buktinya, bisa dilihat. Satu demi satu elit politik kita terjerat Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Kita terus menerus mengelus dada. Apalagi pesta
demokrasi dalam pemilu 2014 sedang dipersiapkan sedemikian rupa. Di kubangan
birokrasi demikian pula. Rawan terjadi kongkalikong dengan pejabat, pengusaha
dan pihak lainnya yang vis a vis menguntungkan segelintir orang. Yang
menyesakkan dada adalah terjerembab dan terbuktinya beberapa penegak hukum yang
korupsi. Kiranya masyarakat Indonesia geleng-geleng kepala nasional atas
realita yang terjadi kini.
Sosok-sosok di tubuh KPK memanggul harapan besar (big hope)
masyarakat dalam mengobati borok yang terjadi. Mereka memikul beban moral;
mengusir pesimisme publik terhadap pemberantasan korupsi. Atau setidaknya
membalas sakit hati publik terhadap para pengeruk uang rakyat. Sosok yang
berada pada garda terdepan perberantasan korupsi, tak lain sang ketua KPK. Ya,
Abraham Samad. Pribadi pengabdi. Pemimpin muda yang visioner, konsisten, punya
integritas, dan komitmen, serta bernyali besar memerangi koruptor. “Sejak
dilantik jadi Ketua KPK, nyawa ini sudah saya wakafkan di jalan Allah,”
tukasnya.
Buku “Abraham Samad; Do’a Tulus Ibunda Hingga Perang Besar
Melawan Korupsi” mengajak kita lebih dekat figur Abraham Samad yang melejit ke
jajaran tokoh nasional. Buku ini mengupas perjalanan hidup Abraham Samad dari
kampung halamannya di Makasar sampai kini menjadi panglima perang melawan
korupsi. Kita bisa mengetahui lebih lengkap rekam jejak (track record)nya
di dunia hukum dan keadilan. Isu-isu yang menggelayuti Abraham Samad dan tubuh
KPK juga diangkat dalam buku ini. Dari mulai persoalan tarik ulur kepentingan
dengan wakil-wakil ketua, penggembosan wewenang KPK oleh DPR, cicak vs buaya
episode baru, dan penyelesaian skandal besar korupsi di Indonesia. Lewat pena
Zainudin HM (sorang wartawan senior), pembaca dituntun menyusuri lembaran hidup
Abraham dengan gaya bahasa yang lugas, lincah dan mengalir.
Di masa remajanya, Abraham termasuk anak yang
bandel dan bahkan sering berkelahi. Anak muda ini keras kepala dan selalu
ngotot jika punya keinginan. Bahkan kakak kandungnya, Imran Samad sering datang
memberikan jaminan kepada wali kelas dan kepala sekolahnya. Namun kenakalan
Abraham tersebut —seperti diakui teman-temannya— dilatar belakangi rasa
solidaritasnya dan suka menolong temannya yang dianiaya (hal. 59). Sifat ini
juga terbawa saat Abraham berkarir. Konon, suatu hari, Abraham diundang oleh
DPRD Makasar untuk mengikuti acara rapat dengar pendapat dengan para anggota
dewan. Entah karena kesal atau bentuk pembelaan terhadap rakyat kecil, terpaksa
ia membakar dokumen APBD di depan anggota dewan (hal. 63). Watak keras dari
sosok yang juga gemar menonton tinju inilah yang kini ditelan para koruptor
yang terjerat.
Sejak kecil Abraham sudah tertarik untuk
terjun ke dunia penegakan hukum. Jiwanya terketuk untuk membela orang yang
mengalami perkara hukum. Setamat SMA, Abraham melanjutkan dana menyelesaikan
kuliah S1 dan S2 di fakultas hukum Universitas Hasanuddin sampai 2010. Jam
terbang Abraham Samad berjihad di dunia hukum sudah cukup panjang. Sejak tahun
1995 dia telah memulai praktik sebagai pengacara di Makasar dan dikenal sebagai
advokat muda yang sangat berani. Di kota kelahirannya itu dia mendirikan
sekaligus memimpin LSM antikorupsi yang diberi nama Anti Corruption Commitee
(ACC).
Ketika Abraham Samad berusia delapan tahun,
ayahnya sudah meninggal. Hanya tinggal sosok tegar ibunya yang menjadi sandaran
hidupnya. Arsitek jiwa yang membangun kepribadian Abraham hingga seperti
sekarang. Pribadi yang sangat dihormati, dikagumi, dan dibanggakan Abraham
Samad. Ibunya pula yang menanamkan semangat antikorupsi dalam sanubarinya.
Pernah suatu ketika Abraham sewaktu sekolah dasar ditegur oleh ibunya. Kala itu
Abraham kecil pulang dengan membawa kapur tulis yang berserakan di dalam kelas
seperti halnya teman-teman sekelasnya. Ibunya menyuruh mengembalikan apa yang
bukan haknya. Nasihat bersahaja ini terus melekat dalam jiwa Abraham. “Jadi,
karena dulu pernah mecuri kapur, saya bisa menjabat ketua KPK,” kata Abraham
berkelakar (hal. 67-70).
Di dalam buku —yang juga disertai foto-foto
Abraham Samad— ini tertuang wawancara eklusif di tengah-tengah kesibukannya.
Anda juga akan mengetahui ancaman dan teror yang menyerang Abraham samad,
hambatan yang dihadapi KPK, rencana gebrakan ke depan, dan juga hal-hal pribadi
Abraham Samad yang belum pernah ada di media. Penyertaan bagian wawancara
dalam buku ini mempunyai beberapa kelebihan. Dialog dapat memberikan roh
tersendiri dalam sebuah tulisan dibanding cara penulisan lainnya. Sifat bahasa
lisan adalah sederhana, ringan, mudah dimengerti, dan lebih personal. Selain
memudahkan proses penulisan, dialog juga pas dengan budaya verbal masyarakat
kita. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara dapat mewakili dan
merefleksikan pertanyaan pembaca. Pembaca akan merasa berdialog langsung dengan
Abraham Samad.
Melalui buku ini, pembaca dapat belajar kerja keras Abraham
Samad dari akar hidup sederhana yang akhirnya sukses. Lewat buku ini, juga mendorong
KPK jilid III agar bekerja lebih keras dan cerdas memerangi korupsi. Buah pena
Zaenuddin HM ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat umum, praktisi
hukum, mahasiswa studi hukum, dan siapapun yang mendambakan Indonesia merdeka
dari korupsi. Pembaca dapat terinspirasi menata lingkungan anti korupsi. Hal
yang terpenting saat ini adalah ikut andil menyelamatkan Indonesia dari bahaya
laten korupsi. Ya, dengan cara apapun yang kita bisa. Semoga Allah melindungi
Indonesia dari para koruptor yang terkutuk. Amin.
Komentar
Posting Komentar